Wisata Alam Mamuju yang tak tersentuh

Wisata Alam Mamuju yang tak tersentuh
Campaloga

Selasa, 23 Februari 2010

Kemiskinan

Sekali pun ada yang disebut dengan wilayah abu-abu, namun secara umum dalam kehidupan ini selalu terdapat dua sisi yang saling berhadapan. Ada sisi baik, tapi ada juga sisi buruk. Ada dunia nyata, namun tumbuh pula dunia maya. Ada rahmat, tapi ada pula tragedi. Ada siang, ada malam. Ada pagi, pasti ada sore. Ada lelaki, juga ada perempuan. Ada orang kaya, juga ada orang miskin. Ada dunia, tentu ada akhirat. Ada duka, pasti ada ceria. Padanan suasana seperti itu, seperti nya sudah menjadi "postulat" hidup, yang sangat tidak mungkin akan dapat ditolak kehadiran nya.

Pembangunan yang kita lakoni selama ini, kelihatan nya tidak jauh berbeda dengan fenomena yang digambarkan diatas. Tidak semua proses pembangunan berlangsung seperti yang diharapkan. Harapan dan kecemasan seringkali muncul menjadi kerisauan berbagai macam kalangan. Pembangunan yang seharus nya mampu memberi keberkahan bagi kehidupan warga bangsa, seringkali dihadapkan pada hal-hal yang bertolak-belakang dengan pemikiran yang sejak awal direncanakan. Pembangunan yang diskenariokan agar dalam waktu yang tidak terlampau lama mampu mewujudkan kesejahteraan hidup masyarakat, rupa nya tidak segampang yang diinginkan. Lebih mengenaskan lagi, ternyata pembangunan yang dilaksanakan malah banyak melahirkan korban. Termasuk di dalam nya korban-korban yang diakibatkan oleh perlakuan-perlakuan sesama warga bangsa nya sendiri.

Upaya menihilkan korban pembangunan, memang sudah dijadikan komitmen bersama, khusus nya mereka yang bertanggungjawab terhadap urusan ini. Kita sepakat bahwa bergelimpangan nya korban-korban pembangunan harus segera dihentikan. Kita bertekad bahwa dampak buruk pembangunan harus mampu dieleminir sedemikian rupa, sehingga tidak melahirkan masalah baru dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dari berbagai fakta di lapangan, ternyata yang nama nya "borok-borok pembangunan", masih saja mengedepan dalam kehidupan dan menjadi kewajiban kita bersama guna menyembuhkan nya.

Dari sekian banyak borok pembangunan yang dihadapi, ternyata yang disebut dengan kemiskinan, baik yang sifat nya alamiah atau buatan adalah penyakit khronis pembangunan yang belum mampu diselesaikan hingga tuntas. Sejak negeri dan bangsa ini dipimpin Bung Karno hingga ke Sby hari ini, kemiskinan rakyat masih saja tampil menjadi dilema kehidupan. Kemiskinan memang kita benci kehadiran nya. Sayang nya kita tak kuasa melawan. Dari sinilah kemudian muncul kesan bahwa kemiskinan memang kita benci sekaligus kita restui keberadaan nya.

Terompet perang melawan kemiskinan sendiri sudah sejak lama ditiup. Genderang pun sudah sejak lama di tabuh. Kebijakan, strategi bahkan program aksi telah banyak digulirkan. Penelitian dan kajian senantiasa dilakukan oleh teman-teman peneliti, perguruan tinggi dan lembaga lain yang ahli di bidang nya. Pendampingan yang dilakukan oleh LSM juga telah dilaksanakan. Kemiskinan dikeroyok rame-rame. Semua pendekatan diarahkan kesana. Mulai yang sifat nya regional hingga ke sektor. Lalu lahirlah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, baik di Pusat, Provinsi mau pun Kabupaten/Kota. Ironis nya, kehadiran Tim seperti ini belumlah mampu berbuat banyak. Yang terjadi, Tim tersebut seolah-olah sedang mati suri. Papan nama dan Surat Keputusan nya ada, namun kiprah dan kegiatan nya nyaris tak terdengar. Padahal Tim itu langsung diketuai oleh seorang Sekretaris Daerah yang nota bene selaku "orang nomor satu" di lingkungan pegawai negeri. Kita berkeyakinan bahwa kemiskinan bukanlah sebuah prestasi yang harus dijadikan kebanggaan. Kita percaya bahwa tidak ada seorang pun warga bangsa yang merasa senang hidup dalam suasana miskin. Pendek kata, kemiskinan adalah musuh bersama, yang harus dituntaskan secara bersama-sama pula.

Begitulah kondisi nya. Sebagai borok pembangunan, kemiskinan tampak masih sulit untuk disembuhkan. Terlalu banyak faktor yang menghambat nya. Kemiskinan memang sudah sangat sering diseminarkan. Ironis nya, sesering kemiskinan dibahas, maka jumlah orang miskin seakan tak berubah. Data BPS sendiri menunjukkan terjadi penurunan angka kemiskinan, tapi jika kita tengok kehidupan orang miskin di lapangan, ternyata "kualitas" kemiskinan nya seakan tidak mengalami perubahan. Kuantitas boleh berkurang, namun akan terasa memilukan jika kualitas nya pun menjadi semakin parah.

Semoga dikehangatan bangsa ini berjuang keras memerangi kemiskinan, maka jumlah orang miskin bakal berkurang. Bukan sebalik nya yang terjadi, dimana hiruk pikuk pembangunan malah menyuburkan kemiskinan yang berkualitas.

Salam,